Minggu, 28 Februari 2010

Masjid di Riau


Masjid Raya Sultan Riau

Masjid Sultan Riau Penyengat di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, merupakan masjid paling bersejarah di Riau. masjid ini sudah berdiri sejak 178 tahun lalu. namun bangunan yang dibuat dengan bahan campuran putih telur sebagai perekat ini tetap kokoh berdiri.

Bangunan masjid didominasi warna kuning dihiasi ornamen khas Melayu, ditopang empat buah tiang beton. Setiap sudut bangunan terdapat empat buah menara tempat muadzin mengumandangkan azan. Masjid bersejarah yang dibangun tahun 1832 telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Dalam masjid juga terdapat musyhaf Alquran tulisan tangan hasil karya Abdurrahman Stambul, seorang warga Pulau Penyengat berangka tahun 1867.
Menurut sejarah, masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur, kapur, pasir, dan tanah liat. Namun kekuatan bangunan tidak diragukan. Wisatawan domestik maupun luar negeri menjadikan masjid bersejarah ini sebagai tujuan wisata. Selain sebagai tempat beribadah, Masjid Sultan Riau Penyengat dibangun sebagai simbol perlawanan masyarakat Melayu Riau terhadap penjajah Belanda.



Masjid Raya Nur Alam Senapelan
Sebuah bangunan masjid megah yang didominasi warna kuning di daerah Senapelan. Bangunan tempat ibadah kaum muslimin seluas 60 X 80 meter itu dikenal dengan nama Masjid Raya Nur Alam. Sejarah nama Masjid Raya Nur Alam yang juga dijuluki Masjid Alam ini, diambil dari nama kecil Sultan Alamudin yaitu Raja Alam.

Dimana upacara menaiki bangunan ini dilakukan pada salat Jum'at yang dipimpin oleh menantu Sultan Alamudin yaitu Imam Syaid Oesman Syahabuddin, menantu Sultan Alamuddin, ulama besar kerajaan Siak.Bangunan Masjid bersejarah itu terlihat masih berdiri kokoh di sudut kota Pekanbaru.

Menurut sejarah rilisan takmir masjid ini, pada tahun 1762 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahan kerajaan Siak Sri Indrapura dari Mempura Besar ke Bukit Senapelan. Bukit Senapelan selanjutnya dikenal sebagai Kampung Bukit. Dalam tradisi melayu, sebuah istana kerajaan hendaknya dibangun bersama balai rapat dan masjid. Prasyarat tradisi itu merupakan perwujudan dari filosofi ôTali Berpilin Tigaö dimana dasar sebuah tata masyarakat melayu adalah adanya unsur pemerintah, adat dan agama.

Secara bentuk, bangunan Masjid Raya Pekanbaru telah mengalami berbagai ubahan Awalnya masjid hanya berukuran kecil dan terbuat dari kayu, menurut Dadang, salah satu pengurus masjid. Arsitektur bangun masjid ini masih asli. Masjid ini hanya mengalami pelebaran saja, mengingat umat muslim yang beribadah di masjid ini ini terus bertambah.

Masjid yang berdiri di luas tanah tanah sekitar setengah hektare ini, memiliki nilai arsitektur tradisional yang amat menarik. Bangunan religius yang merupakan peninggalan kerajaan Siak dan merupakan masjid batu pertama yang dibangung di Pekanbaru. tdak banyak orang mengetahui, komplek masjid inilah nama Pekanbaru bermula.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah (1766-1779), komplek kerajaan ini mengalami kemajuan pesat. Sebagai sebuah pusat pemerintahan, dibangunlah sarana pendukung ekonomi berupa pasar. Islam dalam catatan banyak sejarawan disebarkan oleh kalangan pedagang. Pasar yang saat itu disebut sebagai ôPekanö sudah ada sebelumnya di komplek itu. bangunan pasar baru itu saat itu dinamakan sebagai ôPekan Baharoeö. Pada perkembanganya, kelaziman nama itu menjadi Pekanbaru dan menjadi nama kota ini hingga kini.

Masjid sebagai pusat kebudayaan islam kental sekali terlihat. Seperti pada zaman awal islam, masjid juga digunakan sebagai tempat untuk mengambil sumpah bagi orang yang akan memeluk agama dan keyakinan islam. Pada saat tribun berkunjung, H. Azhar Kasim, salah satu Imam masjid tengah mengambil sumpah dalam dua kalimat syahadat dua orang warga Rumbai. NiÆu Delau dan Feni Lase, misalnya.

Ddua orang warga Rumbai ini menyatakan memeluk agama islam, dan mengucap dua kalimat syahadat di masjid raya Pekanbaru ini. Imam masjid, H.Azhar Kasim, yang mengislamkan dua perantau asal Nias itu berpesan beberapa hal. Secara umum, rukun iman dan rukun islam menjadi nasehat awal kepada Niu dan Feni. ôIslam itu agama yang universal dan sesuai dengan nurani manusiaö ujar Azhar. Menurutnya, tidak ada perantara dalam hubungan antara pencipta dengan hambanya dalam islam. Disamping itu, ia juga menegaskan kepada dua muallaf itu, agar dalam memeluk islam bukan karena adanya pemaksaan.

Kedepan, masjid bersejarah yang sedang dipugar ini akan difungsikan sebagai pusat kajian dan kebuadyaan islam. Sebuah Islamic centre akan dibangun. Dengan pembebasan tanah seluas 3,5 hektare, komplek Islamic Center ini akan mengakomodir kebutuhan bermasyarakat umat islam secara luas.

Gedung serbaguna, pasar, pelabuhan hingga amphitheater akan dibangun guna mesukseskan tujuan revitalisasi masjid ini. 3 zona terbagi dalam rancang bangun kawasan masjid. Zona satu berupa Masjid sebagai tempat ibadah. Zona dua berupa Islamic center mewakili balai kerapatan, dan zona tiga adalah pelabuhan mewakili area istana. Ketiga zona tersebut, menurut pengurus masjid merupakan perwujudan filosofi tiga berpilin yang menjadi nafas kerajaan melayu.

Terletak tak jauh dari pusat perbelanjaan Pasar Bawah di Kecamatan Senapelan, di komplek masjid saksi dari penyebaran awal agama islam ini terdapat komplek makam. Selain tempat ibadah, pada bulan tertentu, Masjid Raya juga dijadikan salah satu objek wisata religius andalan kota Pekanbaru. Wisatawan domestik maupun luar negeri acapkali berkunjung ke masjid itu.

Prosesi adat mandi menjelang bulan puasa ôMandi Balimauö adalah salah satu tradisi menjelang ramadhan yang oleh pemerintah setempat dijadikan salah satu andalan sektir wisata. Mandi menjelang bulan ramadhan juga dikenal dibeberapa tempat lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar