Minggu, 28 Februari 2010

mesjid di Kalimantan





Masjid Islamic Center Samarinda adalah masjid yang terletak di kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia, yang merupakan masjid termegah dan terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal. Dengan latar depan berupa tepian sungai Mahakam, masjid ini memiliki menara dan kubah besar yang berdiri tegak.

Masjid ini berdiri di atas lahan seluas sekitar 12 hektar dengan luas bangunan keseluruhan mencapai 50 ribu m2. Lokasi ini sebelumnya merupakan lahan bekas areal penggergajian kayu milik PT Inhutani I yang kemudian dihibahkan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Pembangunan Islamic Center diharapkan dapat pula membangkitkan semangat kebersamaan dalam upaya menghadapi era global, selain merupakan tuntutan masyarakat untuk Samarinda memiliki sebuah sarana tempat ibadah yang memadai.


Masjid Tanah Grogot
Masjid ini diperkirakan didirikan pada abad 18 M. Masjid yang berdampingan dengan istana Tanah Grogot (sekarang menjadi museum) banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dimana menempatkan masjid, istana dan alun-alun dalam satu komplek. Selain itu, posisi berdampingan ini juga menunjukkan bahwa masjid ini adalah masjid kerajaan.






Masjid Raya Darussalam Samarinda

Samarinda sebagai Ibu Kota Kalimantan Timur menyimpan riwayat masjid yang cukup tua. Buktinya, pembangunan Masjid Raya Darussalam Samarinda yang berdiri pada 1925 diilhami saudagar-saudagar Suku Bugis dan Suku Banjar. Seiring kemajuan zaman bangunan masjid tertua itu banyak mengalami perubahan tanpa mengurangi ciri khasnya.
Sebelumnya masjid itu bernama Masjid Jamik yang kemudian mengalami renovasi pada 1953 dan 1967. Bahkan, semula masjid ini dibangun di atas tanah 25×25 meter di pinggiran Sungai Mahakam. Namun, dengan kemajuan Kota Samarinda yang semakin pesat menyebabkan lokasi masjid bergeser ke Jalan Yos Sudarso dengan luas sekitar 15 ribu meter persegi. Sedangkan bangunan masjid itu mengacu pada konsep Kerajaan Turki kuno. Ciri itu tampak pada bentuk kubah, menara, serta sejumlah lengkungan di atas pintu dan jendela.
Masjid tersebut dibangun khusus dibuat untuk melambangkan sejarah dan keberadaan Islam. Hal itu ditandai dengan tangga masjid yang dibangun ke arah depan dan kiri berjumlah tiga buah, bangunan menara berjumlah empat buah, satu kubah kecil dikelilingi delapan buah kubah kecil. Masjid itu juga dilengkapi empat buah kubah kecil di setiap sudut.


Masjid Shirathal Mustaqiem
Sejarah masjid Shirathal Mustaqiem, nyaris setua usia Samarinda.Setelah masuknya Islam lewat syiar Islam yang dikenalkan pedagang dari Sulawesi Selatan (Sulsel), tak lama setelah itu, sebuah masjid didirikan di pusat berdirinya Samarinda, yang dikenal pula sebagai kampung dagang di dekat Pelabuhan atau Jembatan Aji hilir Sungai Mahakam, Samarinda Seberang.
Masjid yang didirikan Sayyid Abdurrahman Bin Muhammad Assegaf atau dikenal sebagai Pangeran Bendahara, Kapitan Jaya, Petta Loloncong dan Usulonna ini hingga saat ini menjadi pusat kegiatan-kegiatan masyarakat Samarinda Seberang. Kendati dua masjid besar telah didirikan di sekitar kecamatan tersebut namun daya tarik masjid tua ini tetap penuh pesona. Khususnya pada Ramadan maupun Idul Fitri.
Selain kegiatan peribadatan, masjid yang pernah meraih juara dua festival masjid bersejarah ini memiliki fungsi pendidikan melalui sarana belajar membaca dan mengaji Al-Quran. Pada tahun 1952 didirikan sekolah madrasah dan tahun 1972 didirikan pula SMP Hasanuddin. Tahun 1956 ayah Walikota Samarinda Achmad Amins, H Saharuddin Mappe pernah menjadi guru Agama di Madrasah Dinil Islamiyah (MDI) ini. MDI ini mengajarkan berbagai mata pelajaran yakni ilmu tauhid, fiqhi, bahasa Arab dan ilmu-ilmu yang bernuansa Islam.

Tidak ada komentar: